- Hotel Ratih GUEST HOUSE MELATI Jl. Achmad Yani No. 91 Polewali (62-428 ) 213 57
- Hotel Lilianto Jl. Achmad Yani di Polewali
- WISMA DIRJA Jl. Olahraga No. 16 Polewali (62-428 ) 212 92
- MAMASA COTTAGE Jl. Mamasa Polewali
- LOSMEN MERY Jl. Mesjid Jami No. 5 Polewali. (62-428 ) 211 44 POLEWALI
- INDAH HOTEL Jl. Mangundang No. 30 Polewali (62-428 ) 214 37.
- Dan beberapa hotel Lain disekitar Pusat Perkantoran Pemerintah Polewali dan juga Pusat Perdagangan Wonomulyo yang jaraknya dari Polewali sekitar 20 menit.
- Mesjid Lapeo..
Selasa, 04 Januari 2011
- Info HOTEL di Polewali Mandar:
- Polewali Mandar
Polewali Mandar merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Barat, berikut sekilas tentang kabupaten polman…
Sulawesi Barat adalah provinsi pengembangan dari Provinsi Sulawesi Selatan yang dibentuk pada tahun 2004 dengan ibukota Mamuju, terdiri atas Kabupaten Polewali Mandar, Mamasa, Majene, Mamuju, dan Mamuju Utara. Penduduknya terdiri dari suku Mandar, Toraja, Bugis, Jawa, Makassar dan lainnya. Terdapat enam bahasa daerah yang umum digunakan, masing-masing Mandar, Toraja, Bugis, Makasar, Jawa dan Bali. Suku Mandar adalah pelaut-pelaut yang ulung, ketika berlayar mereka bersikap pantang menyerah.
Provinsi ini memiliki kekayaan sumber daya alam yang bervariasi mulai pertambangan emas, batubara, dan minyak bumi, bidang pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan, serta hasil kehutanan, dan kelautan. Selain kakao, daerah ini juga dikenal sebagai penghasil kopi robusta atau kopi arabika, kelapa, dan cengkeh.
Daya tarik wisata yang berkembang Pantai Manakarra di Kota Mamuju dan Pantai Palippis di Kabupaten Polewali Mandar yang menghadap langsung ke Pulau Kalimantan. Obyek unik di pantai Polewali yang dapat dilihat wisatawan adalah kegiatan pembuatan perahu Sandeq khas masyarakat suku Mandar. Selain itu, terdapat acara tahunan pada saat Maulid Nabi, berupa Pesta Adat Sayyang Pattudu yang merupakan acara untuk bersyukur bagi anak-anak suku Mandar yang telah khatam Al-Quran. Acara ini dilakukan dengan cara arak-arakan berkeliling menggunakan kuda.
Provinsi ini dapat dicapai melalui empat pelabuhan laut yaitu Belang-belang, Polewali, Majene, dan Mamuju, atau melalui jalan darat dari Makassar.
- IMAM LAPEO
Mengenal Imam lapeo
Imam Lapeo atau K.H. Muhammad Thahir adalah ulama kharismatik di tanah mandar, beliau adalah seorang waliullah yang harus berhadapan dengan penganut ilmu hitam yang banyak di daerah itu diawal dakwahnya. seorang imam di desa lapeo yang sederhana dan menyebarkan agama islam sampai ketanah bugis. sering memperlihatkan mukzisat dari sang Kuasa. (www.google.com)
K.H. Muhammad Thahir Imam Lapeo juga dinamai Qadhi Tappalang (karena beliau pernah menjabatnya mreangkap Imam Lapeo). Selama kecilnya bernama Junaihin Namli. Digelari juga Ambol (berasal dari kata Istambul). Kalau oleh para cucunya dipanggil Kanne’ Iyye’ (Bahasa Bugis = Setuju) pada saat penduduk setempat menyatakan Iyyo (Bahasa Mandar = Setuju). Sebagian juga memanggil Kanne Anggulu’ (berasa dari kata Annangguru, lidah kekanakan). Oleh masyarakat Mandar umum menyebut Annanggurrutta. Oleh orang-orang Bugis Anre’gurutta. Bentuk mukanya lonjong, tubuhnya jangkung, wana kulitnya coklat-hitam, kurus diperkirakan tingginya mencapai 180 cm.
Dapat lancar berbahasa melayu (kini menjadi bahasa Indonesia), Bugis dan Arab.
Pada masa itu langka yang mempunyai kemampuan seperti itu.
Beliau lahir dari pasangan Muhammad kelahiran Pambusuang pada tahun 1939, dibesarkan dan wafat di sana. Pekerjaan nelayan dan guru mengaji. Dan Ikaji kelahiran Laliko dan dibesarkan, lalu pindah ke Pambusuang (Kabupten Polmas) menjadi Bandar perdagangan ke sa’la (selat malaka), Makassar, Bugis, Jawa, Minangkabau, Ternate dsb. Alat transportasi kebanyakan perahu sanded dan kuda. Ada juga yang memakai perahu pinisi (Lete’).
Mata dagangan yang dikeluarkan: sarung sutra dan hasil-hasil bumi.
Sedang mata dagangan yang dimasukkan berupa barang pecah-belah, sutera, kain dsb. Juga Pambusuang menjadi pusat pendidikan Islam di Sulawesi. Kakek beliau bernama Abdul Karim/Sapparaya/Kanne’ Buta kuburannya di Nugo Desa Bala adalah penghafal Al Qur’anul karim. Pendidikan yang dikenal pengajian halaqah (non klas). Yang ada pelajaran ilmu usuluddin Asy’Ariyah/Muru ridiah, al Qur’an Ilmu Fikhi syafi’iah, Bahasa Arab, Ilmu Tasauf/Akhlak ajraan Taunta To Salamakari Gowa: Syekh Yusuf Al Makassari.
Masyarakat Pambusuang memulai membangun masyarakat Madani (Civil) society) dengan tidak mengangkat Mara’dia Pambususang yang tersisa adalah Tomabubenna Banua Pua’ Ma’darai dan Imam Pambusuang Puaji Toa, Haji Nuh.
Pelaksaan Syari’at Islam belum memadai masih berpengaruh dari ajaran pra Islam/tradisi nenek-moyang (animism), masih percaya keapda mistrik antara lain kepada kekuatan benda bertuah, keris, memberik sesaji keapda dewata (saringang) berbuat jinan (semacam dengan kuda kepang), penyabung ayam, menjudi, perampokan (Pattolla’), peminum arak, melalaikan sembahyang, puasa, zakat dan silaturrahmi dan lain-lain. Diperarah oleh belum maksimalnya mengenai kepastian hukum dan keadilan. Dapat diaktakan masih berlaku hukum-rimba. Lebih-lebih menyangkut administrasi pemerintahan sangat tidak beraturan. Beliau lahir th: 1839 pada masa pemerintahan raja balanipa ke 41: To matindo di Marica apda masa Belanda berusaha menjejakkan kakinya di Tanah Mandar yang terbentuk dalam perjanjian Panjang tahun 1862 tanggal 6 Desember 1862 disusul oleh pernyataan pendek tahun 1905.
Beliau dan sama dengan manusia lainnya pada masa mudanya punya dambaan/obsesi/cita-cita dan pada mulannya mencari tahu apa-apa yang diperlukana untuk diperbuat. Jiwa Patriotisme, berani menanggung resiko serta berbagai macam percobaan beliau telah lakukan.
Melihat kehidupan dan tingkat pendidikan masyarakat beliau selalu ingin bertemu dan menanggung serta merasakan apa yang dialaminya, selalu ingin berhubungan, baik di kala senang apalagi kala susah atau mengalami krisis.
Beliau berkunjung kepada mereka untuk mencari tahu tentang apa yang mereka alami:
Hai anakku, atau hai cucukku, atau hai adikku, atau hai saudaraku, apa kabar dengan anda?
Apa anda sehat-sehat sajat?
Mereka berbahagia sebab sudah datang berkunjung ke rumah.
Bagaimana anak-anak, cucu-cucu, bagaimana sekalian keluargaku? Tetap ada kepentingan berhubungan dengan beliau karena permasalahan kehidupan dan penghidupan tidak henti-hentinya ada dibidang: keluarga, ekonomi, sosial, mata-pencaharian dll.
Beliau rindu kepada mereka dan sebaliknya serta kehendak memecahkan permasalahan mereka. Pada masa muda sampai tua sangat senang merantau sampai ke pulau jawa, Sumatera, Semenajung Malaka dan utamanya di pulau Sulawesi sendiri baik kediaman suku Bugis, Makassar, Toraja, Massenrempullu dan lain-lain.
Dan yang banyak ditempati beriteraksi ialah masyarakat bahagian utara propinsi Sulawesi Selatan utamanya bekas Afdeling Mandar yang kini sedang diperjuangkan untuk menjadi propinsi Sulawesi barat, lepas dari propinsi Sulawesi Selatan.
Beliau juga berkehendak untuk melawan/mengusir penjajah Belanda. Beliau berkhawalat selama 40 hari agar mendapat kekuatan dalam berperang. Dalam bersunyi-sunyi itu beiau didatangi oleh suara menyatakan:
Permintaanmu dikabulkan, hanya saja permerintahan sebangsamu tidak berperilaku jujur akan menyengsarakan rakyat bangsamu!
Lebih baik membina mereka dalam cara menjalankan misi disitu air-kali mengalir kearah timur. Beliau perkirakan inilah Lapeo tempatnya bermuara Lembang Laliko (permukaannya kini hampir tiada di musim penghujan).
Pada pertengahan abad ke 19 kebetulan banyak orang arab merantau ke nusantara (mungkin sehubungan dengan terjadinya perolakan politik mendirikan. Resmi su’idiah atau sebab-sebab lainnya).
Beliau juga perna ikut berjualan sarung sutra di Sumatra/Padang. Dengan menggunakan sempoa beliau lancar berhitung: menjumlah, mengurang, mengalikan dan membagi (menurut ceritanya sampai beberapa desimal, di bawah satuan). Beliau tidak pernah duduk di bangku sekolah akan tetapi mampu menghitung dengan tepat menyangkut luas, volume, lingkaran dsb.
Kalau memakai bahasa sekarang:
Beliau itu mempunyai IQ (Intelektual Quation), EQ (Emosional Quation) dan SQ (Spritual Quation) yang amat baik.
Karena kemampuannya itu dia diangkat sebagai bendaharawan/ kasir. Pada suatu hari ada seorang menghadap beliau dengan keluhan sangat susah lantaran dililit utang.
Orang itu meminta kebijaksanaannya untuk membayarkan utang-utangnya agar kesusahannya hilang. Berdada di negeri seberang membayarkan utang seorang yang tidak dikenalnya, begitu pula alamatnya. Mitra kerjanya sangat kecewa karena dianggap suatu perbuatan yang salah besar, lalu dihentikan tanpa bekal apapun. Jalan keluar yang dapat ditempuh demi penangguhanannya di padang yaitu selalu nginap di mesjid, atau tidur di emper mesjid. Jama’ah saling menanyakan siap gerangan yang selalu di mesjid. Lalu mereka bertanya : siapa anda ini dan dari mana? Jawabnya: Junaihin Namli berasal dari pambusuang tanah mandar. Tersiarlah kabar dari kampong itu bahwa ada orang mandar yang terlantar dan ingin pulang kampung juga terdengar sampai ketelinga seorang mandar majene yang lehih dahulu disana dan berkeluarga disanan bernama pua Bau’. Dengan mendapatkan bantuan darinya dan minta sumbangan dari masyarakat dapatlah beliau sanggup untuk sewa kendaraan sampai ke Pambusuang dengan selamat.
Pada kesempatan lain pergi pula kesana dengan tidak lagi merupakan regu kerja tapi mandiri/bebas. Dalam perjalanannya selalu mencari guru/ustazd yang dapat memberikan ajaran-ajaran agama islam terutama yang madzhab Syafi’i. lebih dari itu mempelajari ilmu-ilmu lain antaranya: ilmu Usuluddin/Tauhid asy’ariah/Muturidiah, kebatinan, ilmu pencak silat, ilmu ketabiatan, warid dan lain-lain hingga berumur 17 tahun dan selanjutnya belajar mengajar dan beramal dengan ikhlas mendapat ilmu kasbi didapat dengan jalan berusaha dan ilmu ladunni (dapat dilihat langsung oleh Allah SWT.)
Perjuangan Imam Lapeo.
Dalam perjalanannya selalu mencari guru/ustazd yang dapat memberikan ajaran-ajaran agama islam terutama yang madzhab Syafi’i. lebih dari itu mempelajari ilmu-ilmu lain antaranya: ilmu Usuluddin/Tauhid asy’ariah/Muturidiah, kebatinan, ilmu pencak silat, ilmu ketabiatan, warid dan lain-lain hingga berumur 17 tahun dan selanjutnya belajar mengajar dan beramal dengan ikhlas mendapat ilmu kasbi didapat dengan jalan berusaha dan ilmu ladunni (dapat dilihat langsung oleh Allah SWT.)
Dididik dan dibesarkan dalam kehidupan beragama Islam bermahzhab Syafi’I Ahlussannati wal jama’ah. Menurut beliau sendiri dalam pengakuannnya guru-gurunya adalah:
1. Ayahnya sendiri, Muhammad (Penghafal Al-Qur’an)
2. Kakenya, Abdul Karim/Sapparaja/Kanne’ Buta (penghafal Al-Qur;an)
3. Guru Langgo’ di Pambusuang.
4. Guru-guru di pulau Salemo (Pangkep)
5. Guru-guru di Pare-Pare antara lain Al Yafi’I (ayahanda Prof. H. M. Ali Al Yafi’)
6. Guru-guru di pulau Madura (antara lain K.H. Kholil) dan pulau Jawa.
7. Guru-guru di Singapura, Malaka dsb.
8. Guru-guru di Padang (Sumatra Barat)
9. Habib Sayyid H.M. Alwi bin Sahal Jamalul Lail
10. Syekh Hasan Al Yamani
11. Dan lain-lain.
Dalam menyebarkan agama islam berbagai cara yang ditempuh oleh imam lapoe, dimana ia menarik perhatian masyarakat atau orang disekitarnya dalam mengajarkan agama, secara bartahap beliau mengikuti kebudayaan-kebudayaan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut. biasanya beliau mengajak masyarakat sekitar membangun mesjid namun kadang dalam melaksanakan kegiatan tersebut terkadang ada masyarakat yang menyelingi dengan bermain sabung ayam, pula bermain judi, minum minuman keras namun imam lapeo tidak serta merta melarang mereka berbuat demikian, masyakarakat sendiri secara bertahap menghilangkan kebiasaan yang mereka lakukan. Bukan hanya dengan mengajak masyarakat disekitarnya membangun mesjid imam lapoe juga sering bertamu dirumah masyarakat jika sedang berjalan-jalan dan juga terkadang masyarakat mendatangi rumah beliau untuk meminta doa dan petunjuk jika ada masalah yang mereka hadapi atau mempunyai keiinginan. Beliau juga terkenal dengan sikap dermawannya sampai-sampai beliau berhutang jika ada masyarakat yang memerlukan bantuan.
Masyarakat yang ada di tanah mandar bukanlah mudah untuk ditaklukkan hatinya oleh karena itu imam lapeo dikala menjalankan dakwahnya di wilayah yang ditempati, beliau biasa menikahi keluarga-keluarga yang berpengaruh terhadap masyarakat yang ada diwilayah itu itupun atas usulan dari sahabat-sahabat beliau.
a. Memasuki lapeo
Wilayah ini tempo dulu dibawah kekuasaan Mara’dia Titi-e yang berseberangan dengan wilayah saudaranya yaitu Mara’dia Tomadio. Kedua kerajaan bersebarangan ini sering terjadi percekcokan soal wilayah. Maka susatu saat diadakan pembagian wilayah dengan membentuk parit galian (Kalliang). Setelah Mara’dia titi-e wafat, tidak pernah lagi beridiri kerajaannya yang kemudian dilebur ke dalam senteral Balanipa, kemudian diperintah labgsung oleh Pa’bicara Kenje. Mara’dia Tomadio waktu itu Denna Ipetti mengkalim bahwa tanah datar ini sampai ke passauang lesang itu wilayah Tomadio dengan dasar:
1. Hanya 3 kerajaan kecil di balanipa yang punya lahan datar (tellumpanua yaitu: Tomadio, Mapilli dan Napo)
2. Orang Babatoa dipinggir sungai/laut berbahasa lain/tidak terlalu sama dengan bahasa mandar, dialeg Tomadio.
Kelemahannya bahwa orang-orang laliko, galung dan sekitarnya berbahasa mandar jadikan pinggir laut/sungai itu tempat berlabuh, membuat jangkar dan memancing.
Masyarakat di wilayah ini sudah memeluk agama islam, akan tetapi secara umum pelaksanaan syari’at islam sengat kurang. Mereka beribadah sendiri-sendiri menurut kemanuannya dirumah masing-masing dalam bentuk apa saja. Kejatahatan masih merajalela: perjudian, mimnuman khamar, penyabungan ayam, perampokan (patolla’) to jinan, massringang (memberi makan dewata) tetapi terlihat sudah ada beberapa diantarnya telah menunaikan ibadah haji. Yang kurang disini adalah pendidikan islamiah dan pembiasaan pelaksanaan syari’at islam. Masih terbelakang dalam penghayatan dan penglaman agama islam. Mengutip istilah yang popular dulu hingga kini “perlu ditobatkan” mungkin itulah sebabnya dinamai Mesjid Jami’ Attaubah Lapeo, kemudian dialihkan namanya mesjid Nuruttaubah Lapeo menurut kitab Hadiqatul afham karya alwi bin hamid Al’Idrus halaman 55.46 imam ratib layaknya:
1. Barahati rahim
2. Luas ingatannya
3. Sabar atas perintah Allah
4. Sabar atas pengawalan hamba-hamba Allah
5. Sabar atas menyampaikan nasehat-nasehat kepada ahli sembahyang
6. Selalu memperhatikan jalannya daya upaya dalam memperbaiki keadaan orang-orang kampong.
7. Kunjungi orang-orang yang menjauhkan diri dari jam’ah.
8. Ambil hati kepada orang-orang tua
9. Dekat-dekatan orang-orang yang patut dan terhormat.
10. Mengalah buat hal-hal yang dalamnya ada kemajuan bagi persatuan dan kerukunan umum
11. Selalu memberikan nasehat-nasehat yang perlu keapda ma’mum-ma’mumnya.
Menurut H. Pattola ke wilayah ini telah ada pendahulu menjalankan Da’wah Islamiah bermana guru kollang, mereka menolak kedatanganya sehingga sang guruh dibunuh.
Ekspedisi berikutnya dipimpin Habib Sayyid Alwi bin Sahal Jamalul Lail kelahiran Lasem (Jawa Tengah). Beliau telah menikah di NTB, Manjopai, Pambusuang serta Camplagian. Kebetulan isterinya, orang Pambusuang, kemanakan H. Junaihin Namli bernama Hj. Rabi’ah. Sewaktu bertemu menjadi muridnya yang setia. H. Junaihin Namli berencana untuk terus beranjangsana/berkeliling.
Kebetulan suatu hari rombongan orang-orang pambusuang datal ke Laliko mengajar agama. Tuan Sayyid beserta rombongan ditembaki/diberondong dengan senapan oleh anak bangsawan bernama Daenna Ikaring. Kebetulan H. Junaihin Namli yang sudah diganti namanya oleh Tuan Sayyid, H. Muhammad Thahir berda di Laliko melihat Tuan Sayyid jalan cepat-cepat. Beliau bertanya:
Habib Sayyid berlari? Tuan Sayyid menjawab:
Di sana ada orang menembaki dengan senapan. Lalu K.H.M. Thahir menghadapi mereka itu dengan berkata: anda telah membuat sia-sia dan konyol serta pengecut, menembaki Habib-Tuan Sayyid yang tak bersenjata. Bukan lawanmu itu perempuan-perempuan dan tdak layak. Lebih baik kalau diantara kalian satu orang menhadapi saya satu persatu bergantian, itulah laki-laki sejati.
Tampillah seorang menghadap beliau. Lalu berkata: silahkan tusuk saya dengan tombakmu itu sebanyak tujuh kali, seusai itu giliran saya menusuk engkau sebanyak tujuh kali juga dengan tombak. Ternyata orang itu tak kuasa melukai (karena bantuan Allah Subahanahu wa Ta’ala) walau sudah berusaha sekuat tenaganya sehingga putus asa. Dia itu dengan sangat emosional ingin membunuh, tapi terhalang.
Tibalah giliran beliau untuk menusuk sebanyak tujuh kali pula. Dalam hatinya tiada terbetik kecuali kematian……….kematian, dan tiada lagi kehidupan apabila…………..,benar-benar beliau berkehendak untuk menusuknya. Belaupun memegang tombak-tombak itu dengan gagah berani. Kalau benar-benar menusuknya kemungkinan besar akan menemui kematian. Akan tetapi beliau menampakkan rasa kasih-sayang, tidak berusaha untuk membunuh, berdiri saja. Orang itu menunggu dengan pasrah apa saja yang akan terjadi. Yang terjadi adalah ma’afan dan kasih saying beliau. Bergembiralah hati mereka dan menyatakan tunduk, patuh dan menjadi pengikutnya, untuk selama-lamanya. Begitu pula yang hadir dan kemudian yang mendengar berita itu.
Melihat itu Habib Alwi meminta saupaya dialah yang membina dan mengasuh masyarakat ini yang mengeluarkan dari jurang kebodohan/kejahian, dari keterbelakangan, keapda pelaksana syari’at Islam yang sebenar-benarnya. Kalau oleh orang lain, maka dia itu tidak mampu seperti anda ini. Tinggalah disini karena memang budanamu kelahiran disini. Banyak family yang perlu dibimbing ke jalan menuju Allah Ta’ala. Rencanamu untuk berkenalan itupun dapat anda lakukan, akan tetapi temoat ini jadi tempat utama bagi anda dan keturunan anda yang akan dating. Berbahagialah anda disini, saya restui anda do’akan!
Rombongan Habib bersama dengan K.H.M. Thahir naik ke rumah imam Buttu Puaji Tepu/Pua Lapi’ung untuk melanjutkan program penyeberan syari’at Islam. Dengan mendapat petunjuk dari Tuan Sayyid beliau melanjutkan pengajian-pengajian berikutnya.
Adalah seorang kemanakan Pua Lapi’ung bernama Nagayyah binti Abubakar berusia 15 tahun diusulkan oleh Habib Alwi dan cocok menjadi isteri K.H. Muhammad Thahir. Pasalnya ayahnya, Abubakar seorang dermawan dan juga antara keduanya ada hubungan family. Beliaupun setuju untuk menikah yang pertam kali. Hal tersebut disampaikan kepada ayah-bundanya di Pambusuang usul/pilihan Habib Alwi yang diterima baik oleh segenap keluarga melamar Nagayyah untuk dipersunting oleh K.H. Muhammad Thahir yang sudah berusia 53 tahun. Lamaran tersebut sangat menggembirakan dan diterima dengan baik, maka berlangsunglah pernikahan tahun 1892.
Sewaktu pernikahan nama Nagayya diganti oleh tuan Sayyid menjadi Siti Rugayyah. Beliau sementara menginap bersama mertua di Buttu sambil membina masyarakat Lapeo.
Beliau selama bertahun-tahun menempati 3 kampung yaitu Pambusuang tempat ayah-bunda, buttu tempat isteri dan Lapeo tempat bertugas yang masing-masing berjarak 4 kilometer, medannya berat, pegunungan yang terjal.
Menurut penuturan St. Rugayyah dalam tiap hari beliau bagi:
Sembahyang Maghrib di Pambusuang
Sembahyang Isya di Buttu
Sembahyang Subuh di Lapeo
Setelah berumah tangga selam 5 tahun, lahirlah:
1. Sitti Fatimah yang pernah diperisterikan oleh K.H. Abdi. Hadi Salam. Punya anak yang wafat beserta ibu waktu dilahirkan.
2. Sitti Hidayat juga pernah diperisterikan oleh K.H. Abdi salam sempat melahirkan 2 oranganak (keduannya wafat semasa kanak-kanak)
3. Abd. Hamind wafat sewaktu kanak-kanak.
b. Mengembangkan ajaran ke Tappalang, Mamuju dan sekitarnya.
Dirumah yang sudah dipindahkan tersebut lahirlah:
1. Putera bernama Muhammad Yasin, yang wafat semasa kanak-kanak
2. Tahun 1920 lahir pula K.H Muhsin Thahir.
3. Enam tahun kemudian yakni tahun 1926 lahirlah puteri Hj. Aisyah Thahir.
4. Tahun 1929 lahir Hj. Muhsanah Thahir.
5. Tahun 1931 Hj. Marhumah Thahir.
Untuk menanggulangi masalah-masalah yang terjadi, beliau melebarkan sayap ke Utara. Daerah itu sangat minim pelaksanaan syari’at Islam sambil membendung infiltrasi kristenisasi yang dilancarkan oleh pemerintah Kolonial Belanda.
Bimbingan yang diberikan berupa shalat lima waktu, mengerjakan jenazah, hukum keluarga, jual-beli, iman dan Tauhid, mendirikan mesjid, hidup bertetangga dan bermasyarakat, hukum-hukum zakat, infak, sadaqah, haji dll. Melihat itu Mara’dia Tappalang mengusulkan kepada beliau untuk merangkap jadi Qadhi Tappalang dan tetap menjadi Imam Lapeo.
Atas usulan rekan-rekan/muridnya supaya mempersunting puterinya bernama Hamidah (Peranakan India). Usulan tersebut diterima, sehingga terjadilah pernikahan dengannya. Hidup berlangsung lama sebab tidak punya keturunan lalu diceraikan.
Wilayah ini sangat sulit medannya, karena banyak rawa-rawa. Kenderaan yang dipakai adalah perahu sande’. Banyak terlihat keanehan dalam perjalanan beliau.
Pernah suatu hari perahu yang ditumpanginya terdampar di kumpulan batu karang, yang kebiasanya hancurlah perahu itu. Tetapi orang-orang dipantai melihat banyak orang yagn mengangkat perahu itu sehingga terlepas dari batu-karang itu dan selamat. Ada juga seorang asal Bantaeng yang bercerita bahwa ayahnya pernah suatu hari dari pasangkayu berlayar bersama dengan beliau. Dalam perjalanannya itu beliau membawa beberapa fizt kain kecil/putih. Mereka berlayar kea rah selatan. Tiba-tiba beiau minta supaya perahu didaratkan. Mereka pun membuang sauh./jangkar ternyata didarat ada sesosok mayat yang dikerjakan, pasalnya ketiadaan kain-kafan. Maka jenazah tersebut lalu dimandikan atas petunjuk beliau. Begitu pula ditemui penjahat-penjahat yang tak dapat ditundukkan oleh Mara’di Mamuju.
Hubungan Imam Lapeo terhadap Keluarga dan Masyarakat
a. Pembinaan Rumah Tangga/Keluarga
Beliau mengutamakan ilmu dan amal. Slogan yang dikumandangkan dalam rumah yaitu anak-anak diajar bernyanyi:
Apalah arti harta benda,
Ilmu dan amal jadi tanda.
Elong mattutu didendangkan bagi anak-anak yang dibobok/diantar tidur. Dan kepada anak-anaknya diberi uang yang banyak bagi yang banyak menghafal Al-Qur’an umpanya surat Yasin, Al Waqi’ah dan tidak memberikan pujian bagi anaknya yang tidak mau mengaji. Beliau menyuruh anak dahulu mengaji daripada sekolah. Mendatangkan guru/ustaz pribadi. Beliau juga menampakan rasa kasih sayang kepada keluarga dan keturunannya.
b. Hubungan dengan mara’dia/Arung/birokrat.
Sangat akrab dan saling menyayangi.
Beliu hidup selama priode pemerintahan:
1. Tomatindo di Marica
2. Panggandang
3. Tomatindo di Lekopadis
4. Passaleppa (Amana I Bali)
5. Tomilloli (Mandawari)
6. Tokape
7. Tomelloli
8. Tonaung Anjoro (Sanggaria)
9. Tomelloli
10. Tomatindo di Judda
11. H. Andi Baso
12. H. Andi Depu
c. Hubungan Dengan Usahawan/Padagang/Bisnisman
Beliau sering diminta saran dan solusi oleh usahawan ketika usahawan menghadapi kesulitan. Dan beliau mendoakan mendoakan mereka dan berpesan untuk bersifat jujur.
d. Hubungan Dengan Petani/Pecocok Tanam
Beliau sering diminta saran dan solusi ketika para petani serta memberikan petunjuk bila mengalami kesulitan dalam bertani. Doa restu beliau sangat mereka perlukan dan beberapa kali di Kab. Pinrang hujan tidak turun dan di doakan oleh beliau makah hujan pun turun.
e. Hubungan Dengan Nelayan/Pelaut/Petambak Dan Sebagainya.
Apabila nelayan mendapat masalah mereka mendatangi beliau dan beliau pun memberikan saran dan solusi sehingga memuaskan mereka, setelah mendapat saran dan solusi dalam melakukan kegiatan dalam artian melaut mereka sering mendapat nilai tambah dan bahkan ditengah laut nama Imam Lapeo seringa disebut dan ketika mendapat marabahaya.
f. Hubungan Dengan Ulama/Ustadz/Orang Arab dan Sebagainya
Beliau sering saling membantu dalam menyebarkan ilmu Islam.
D. Kekaromahan Imam Lapoe
1. Pembangunan Mesjid
Waktu itu sekitar tahun 60an mesjid lapeo sedang dibangun disamping makam lapeo namun terhambat masalah dana akhirnya tidak lama kemudian datang beberapa unit truck dari makassar membawa semen pasir dan beberapa bahan bangunan warga sekitar heran karena tidak ada satupun dari mereka yang memesan apalagi dana tidak ada.mereka memutuskan untuk membicarakannya di rumah salah satu warga di sana,ketika ditanyakan tentang siapa orang misterius yang memesan bahan bangunan ini,si supir mengatakan bahwa yg memesan adalah seorang kakek berpakaian serba putih bersorban dan kebetulan si supir melihat foto imam lapeo yang ada di lama rumah warga tersebut,dan mengatakan bahwa orang itulah yang memesan bahan bangunan.
2. Menyelamatkan orang yang tenggelam
Pada suatu sore dikala imam lapeo beristirahat didampingi murid-muridnya, tiba-tiba beliau meminta digantikan sarungnya karena basah. Muridnya herang kenapa sarung beliau tiba-tiba basah sedang tidak turun hujan dan dari manakah air itu?
Beliau menjelaskan bahsa dia baru saja menolong orang yang tenggelam di laut. Orang yang dimaksud akan datang menemuinya besok. Ternyata benar ada seseorang yang datan esoknya yang merasakan pertolongan Imam Lapeo sehingga selamat dari bahaya.
3. Tempat Imam Lapeo Berkhalawat
Narasumber mengetahui ada 2 tampat imam Lapeo berkhalawat yang di kebun dan sebidang tanah yang terletak di Paccini. Tempat ini telah didirikan sebuah rumah dan ada kejadian yang diluar jangkauan manusia yakni penghuni rumah tersebut satu persatu meninggal dunia. Dan orang-orang pun memberi tanda tempat Khalawat Imam Lapeo untuk tidak dihuni.
4. Turun Dari Mobil Untuk Sembahyang.
Suatu hari dalam perjalanan menuju Makassar, tiba waktunya untuk shalat Dzuhur dan beliau menyuruh sopir mobil untuk berhenti sejenak untuk melaksanakan shalat, namun sopir mobil tidak rela menghentikan mobilnya jika sewa mobil tidak dibayar agar dapat melanjutkan perjalanan ke Makassar. Belia pun membayarnya dan turun bersama rombongannya untuk menunaikan shalat Dzhuhur, kemudian mobil tersebut melanjutkan perjalanannya namun dalam perjalanan mobil tersebut tiba-tiba macet, mobil tidak bisa jalan, setelah shalat Imam Lapeo beserta rombongan berencana melanjutkan perjalanan mereka dengan berjalan kaki, dalam perjalanan mereka bertemu dengan mobil yang mereka tumpangi dalam keadaan macet, penumpang dalam mobil tesebut berkata inilah tadi teman kita yang singgah untuk shalat, Imam Lapeo pun naik diatas mobil tersebut tidak lama kemudian mobil tersebut bisa jalan dan normal seperti semula.
5. Gema Teriakannya Di Telinga Pencuri.
Suatu hari ada seseorang memasuki kebunnya di Galung Lampu, berencana untuk mencuri buah-buahan yang didalamnya yakni memanjat pohon kelapa. Tiba-tiba terdengar teriakan Imam Lapeo, sementara beliau tidak ada dikebun, orang tersebut lari sekencangnya suara tersebut masih terdengar : To bibo….to bibo… to bibo. Dia pun tidak bisa tidur dengan mendengar suart tersebut hingga dia pun mendatangi beliau dan menjelaskan apa yang telah terjadi dan memohon maaf kepada beliau juga meminta agar diobati. Orang tersebut dioabati dan sudah merasa tenang.
6. Pernah Diberkati Jadi Professor
Seorang Professor bercerita:
Dia berasal dari Sindereng 8 bersaudara dia merupakan anak bungsu. Ayahnya meninggal sewaktu masih kecil. Pada suatu hari ibunya mendatangi seorang ulama tentang anak-anaknya apakah ada bayangan kebaikan, sebab peninggalan ayahnya hanya sebidan tanah yang tidak terlalu luas. Ulama itupun menyarankan untuk mendatangi Imam Lapeo yang ada di Mandar. Katanya ambillah sebahagian kemampuanmu untuk dapat mendatanginya. Diapun kerjakan sebagiamana saran ulama tadi.
Sewaktu bertemu Imam Lapeo memperhatikan kedelapan anak-anak itu lalu menunjuk bahwa anak bungsu ini nanti akan sukses, peliaharalah dia dengan baik dan saya doakan.
Ternyata dia sekarang jadi dosen di IAIN Alauddin Makassar.
E. Wafatnya Imam Lapeo
Menjelang kematiannya, Imam lapeo berpesan supaya disediakan batang pisang sebelah menyebelah (pihak kanan dan pihak kiri) sebagai tempat bersandar saya bicara dengan mungkar-nakir. Pagi pada hari selasa beliau wafat dan besok siang barulah dimakamkan. Penulis pada waktu itu berumur 8 tahun menyaksikan.
Awan mendung dan tangisan para pelayat mayat beiau tambah lama semakin kecil. Jasadnya disemayamkan di rumah di mandikan di Mesjid Lapeo.
Menurut mahyuddin sewaktu di usung, jenazah sangat ringan seakan-akan tidak ada kecuali kain, merekapun masygul. Ketika disuapi dengan tanah pada bagian kepala mereka menyaksikan jasad didalam kain kafan. Setelah menyuapi terdengar di telinga mereka suara batuk.
Pesan yang paling dia utamakan kepada masyarakat lapeo adalah selalu berkata jujur, dan pesan lainnya adalah melaksakan shalat dan ibadah lainnya.
F. Pandangan Masyarakat Terhadap Imam Lapeo K.H. Muhammad thahir
Menurut Masyarakat yang sempat kami wawancarai bahwa sanya imam lapeo merupakan tokoh agama yang terkenal dengan kekaromahannya, biasanya masyarakat banyak dating mengunjungi makamnya jika mempunyai hajatan namun dalam berdoa mereka meminta kepada Allah S.W.T. dan beliau mengatakan bahwa banyaknya dana merupakan sumbangan dari beliu sampai sekarang. (dikarenakan banyak pengunjung yang memasukkan uang ke kotak amal berkisar sebanyak Rp 3.000.000,-/ harinya).
BAB III
RANGKUMAN
1. Imam Lapeo lahir di pambusuang pada tahun 1939, ayahnya bernama Muhammad penghafal Al-Qur’an yang sehari-hari sebagai Nelayan tradisional penangkap ikan terbang orang pambusuang. Ibunya bernama Ikaji kelahiran laliko lapeo.
2. Mendapat pendidikan dari ortunya dan lingkungannya bernuansa keagamaan. Merantau ke Pare-pare antara lain: dari alyafi’, ayahanda Prof. Dr. H.M. ali Alyafi’ Ulama di Salemo, Ulama di pulau Jawa, Madura, Sumatra, Semenanjung Malaka, Singgpura dll.
3. Beliau senang berkunjung ke rumah-rumah penduduk dari berbagai etnis, tingkatan, profesi bahkan menjadi intim dengan para perantau misalnya Arab, India, Cina dll. Menghabiskan waktu dan tenaga untuk penegakan syariat islam berdasarkan doktrin Aswaja mendukung inpiltrasi/kritenisasi/westernisasi.
4. Beliau datang ke Lapeo pada tahun 1982 setelah pendahulunya menjadi korban pembunuhan karena tidak diterima masyarakat. Sayyid Alwi bin Abdullah Bin Sahal Jamalal kelahiran Lasen 1823 datang ke Lapeo mengajarkan pelaksanaan syariat islam nyaris jadi korban pembunuhan. Beliau datang melindungi habib, atas saran habib beliau melanjutkan penyebaran agama dan mengajak penduduk bertobat kepada Allah, mesjid yang dibangun tahun 1909 dinamai masjid Attaubah yang kemudian menjadi mesjid Nurut Taubah Lapeo.
5. Beliau melebarkan sayap ke utara diangkat menjadi kadhi tappalang dan memprakarsai pembangunan 17 mesjid khsus di kab. Mamuju.
6. Membantu umat dalam memecahkan maslaah keluarga, pendidikan, mata pencaharian, bimbingan pelaksanaan fardu a’in dan kitayah.
7. Lapeo menjadi sentral pendidikan dan dakwah pada masa penjajahan Belanda, pendudukan Jepang, Pemerintahan NICA, dan pemerintahan NKRI. Pada awal pengangkatan guru agama di Kab. Polman lebih separuh cetakan dari Lapeo.
8. Mendirikan pengajian-pengajian metode khalak dan campuran dengan klasik (sekolahan) yang hingga kini aktif dalam membina intaq dan iptek.
9. Ajaran yang duanut dan diamalkan berdasarkan Al – Qur’an dan Hadist, ima, dan Qiyas.
- Bidang Aqidah dianut ajaran Abu Hasan Al-Asy-Ariy Maturidy
- Bidang Fiqhi Asy-Syafiah
- Bidang Akhlak/moral Tasawuf Amaliah menjalankan tarikat Al – Muhammadiyah dan Tarikat As-Syadiliyah
10. Meninggalkan murid-murid atau keturunan yang tangguh dalam bidang agama dan kehidupan antara lain yang menonjol:
A. K.H. Nadjamuddin Thahir (1919-1999) Ulama mantan ketua pengadilan Agama Walang Soppeng dan menjabat sebagai imam mesjid nurut Taubah Lapeo.
B. K.H. Muhsin Thahir (1920-1994) ulama mantan ketua pengadilan agama Kab. Polmas, imam mesjid jami polewali pembawa tuntunan pembentukan kab. Polmas ke pusat tahun 1959.
C. Hj. Aisya Thahir (1926-1987) mantan ketua muslimat NU propinsi Sulsel, anggota DPRD GR Propinsi Sulsel, pensiun guru agama. Pendiri panti Asuhan Nahdiyat Makassar dan pendiri Nahdiyah.
D. K.H. Abdul Mutthalib Thahir (1930-1080) mantan dekan fakultas tabiyah IAIN Cabang Palu.
RIWAYAT HIDUP DAN PERJUANGAN KH.MUHAMMAD SHALEH
BAB I
PENDAHULUAN
Ulama dikatakan sebagai pewaris kenabian, ulama dengan ilmu kewara’an, sifat rendah hati, kearifan, dan atribut – atribut kenabian yang dimilikinya, telah menempatkannya menjadi sebercak cahaya kebenaran yang menjadi penerang dan panutan bagi umat manusia di sekelilinganya. Ulama merupakan orang – orang pilihan Allah SWT yang telah diajari dan diberi hikmah kepadanya dan mereka mendapat keutamaan dan kebaiakan yang melimpah.
K.H Muhammad Shaleh adalah salah satu dari mereka yang telah mendapatkan hikma. Beliau adalah sosok yang mempunyai ilmu yang sangat dalam, namun dengan ilmunya tersebut tidak menjadikan dirinya sombong dan angkuh, bahkan sebaliknya. Beliau adalah ulama yang Wara’ renadah hati. Dengan sifatnya tersebut, beliau melayani semua lapisan masyarakat tanpa melihat perbedaan status sosial, agama dan suku. Ia lebih memilih hidup ditengah – tengah jamaahnya yang penuh dengan kesederhanaan, dari pada menduduki jabatan yang tinggi yang jauh dari jamaahnya.
Beliau sangat arif lagi bijaksana, dengan sifatnya tersebut sehingga beliau ditempatkan menjadi sosok ulama yang cukup disegani dan diperhitungkan oleh sesama ulama pada zamannya, selain itu dia juga sebagai panutan bagi murid – murid dan masyarakat disekitarnya. K.H Muhammad Shaleh, disamping sebagai ulama yang menguasai ilmu – ilmu syariat seperti Fiqih, beliaujuga adalah seorang sufi. Beliau merupakan ulama yang pertama di Indonesia yang mengajarkan tarekat Qadriyah ditanah mandar. Untuk mengetahui lebih jauh tentang K.H Muhammad Shaleh mari kita simak pembahasan berikut.
BAB II
PEMBAHASAN
1. SEKILAS TENTANG PRIBADI DAN PERJALANAN HIDUP K.H MUHAMMAD SHALEH.
K.H Muhammad Shaleh Bin Haji Hida Binti Haji Bidara, lahir di Pambusuang kecematan Tinambung kabupaten Polewali Mandar tahun 1913. Beliau merupakan anak keempat dari lima bersaudara, yaitu : Haji Amma Faizal (Haji Safia), Haji Muhammad Nur (Puang Razak), Haji Ahmad (Kanna Sitti Aminah), K.H Muhammad Shaleh, dan Hj. Subaedah (Amma Aco).
K.H Muhammad Shaleh menamatkan pendidikanya disekolah rakyat (SR) Pambusuang, disamping itu beliau juga belajar secara tradisional dasar – dasar ilmu agama pada beberapa guru, antara lain : K.H Sahubuddin (Guru Hawu), dan K.H Gale. Bahkan pendidikan dasarnya diawali oleh orang tuanya sendiri, seperti belajar membaca Al – Qur’an, belajar Tajwid, Asmal Husna, ilmu fiqih serta mendalami ilmu Tafsir dan Hadis.
Pada usia 15 tahun ia berangkat ketanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Di Mekah, Shaleh kecil tidak langsung pulang ketika ibadah haji usai. Ia tinggal di Mekah sengaj untuk bermukim ditanah suci untuk belajar agama. Mula – mula ia belajar madrasah Al – Falah. Pertama kali ia diajar oleh sejumlah murid yang telah senior pada madrasah itu, tetapi tiga tahun kemudian karena ketekunannya belajar, keadaan belajar berbalik.
Ia kemudian ditugasi kepala madarsah untuk mengajar bekas guru (murid senior) yang juga mengajarnya pada waktu pertama kali masuk di madrasah Al – Falah. Karena hubungan dengan orang tuanya di kampung tidak selancar dengan apa yang diharapkan, Shaleh berkenalan dengan seorang pemilik toko buku dekat madrasah. Dari situlah ia memanfaatkan waktunya untuk membaca semua buku – buku yang ada di toko itu. Satu kenangan manis selalu diingatnya bahkan sampai akhir hayatnya, yaitu pengalam belajar disana.
Waktu itu ia tertidur dengan menggunakan bantal buah kelapa yang mudah terguling. Cara itu ditempuh untuk memudahkan bangun kembali bila kepalanya bergerak dan jatuh dari bantal kepala itu. Begitu ia terbangun ia akan mengingat – ingat kembali pelajaran yang sudah dibacanya.Menurut beberapa muridnya yang pernah diceritakan akan cara belajar seperti itu, beliau melakukannya selama berada di Mekah, lima belas tahun lamanya. Lima belas tahun lamanya menekuni pelajaran di Mekah, dalam usia 20 tahun ia pun mendapat kepercayaan yang istimewa dari gurunya. Shaleh muda ini diperkenankan mengajar di Mesjid Al – Haram. Suatu prestasi yang luar biasa bagi santri – santri “ajam” (bukan arab). Pada waktu malam yang larut saat ia masih dalam proses belajar mengajar ia menyempatkan waktunya belajar tasauf. Tengah malam ia melakukan meditasi yang dalam, Shaleh kemudian mendapatkan predikat khusus di kalangan para penganut Tariat. Sampai akhir hayatnya namanya menjulang tinggi dimana – mana dan muridnya tersebar dipelosok tanah air.
Beberapa gurunya yang sangat berjasa mengantar beliau menjadi seorang ulama besar antara lain : Sayyid Alwi al Maliki, Syekh Umar Hamdan, Sayyid Muhammad Al – Idrus (Mursyid tarikat), Syekh Hasan Al – Masysyat dan beberapa ulama terkemuka lainnya. Konon sewaktu masih dalam proses belajar, Shaleh menunjukkan ketekunannya yang luar biasa ketaatannya kepada gurunya tanpa pamrih. Bahkan selama belajar pada sayyid Alwi al – Maliki ia menjadi panutan unta terhadap gurunya khususnya dalam perjalanan antara Mekah – Madinah.
Diceritakan bahwa dalam perjalanan antara mekah dan madinah, karena keamanan dijalan kurang terjamin, mereka singgah berkemah dijalanan. Suatu saat ia didapati gurunya sedang mengisap rokok Sayyid Alwi langsung mengambil rokok itu dari tangan Shaleh dan ujungnya yang terbakar ditekankan ditelapak tangan muridnya. Rokok itu dipadamkan ditelapak tangan muridnya yang taat itu, Shaleh yang diperlakukan seperti itu tidak merasa jengkel sedikitpun bahkan dianggap sebagai pelajaran yang tidak boleh dilakukannya sepanjang gurunya tidak membiarkannya. Pada saat Sayyid Alwi memadamkan rokok ketelapak tangan Muh. Shaleh, ia memang merasakan terbakar kulit tangannya tapi ia tidak pernah menengadah keatas untuk merintih,malah hal itu dibiarkannya berlalu sampa semuanya selesai. Sejak saat itu , gurunya Sayyid Alwi melihat suatu keistimewaan dihadapannya.
Dalam perjalanan Mekah – Medinah Shaleh menghafal Hadist Muwatta’ Imam Malik berkat gurunya, murid yang satu ini pasti memiliki kelebihan – kelebihan tertentu yang perlu dikembangkan secara itensif . Kepercayaan Sayid Alwi setelah itu kian besar, sehingga sebagian besar ilmunya diberikan kepada Muhammad Shaleh. Ia pun dianggap sebagai keluarga sendiri. Di Mekah salain mendalami ulum Al – Qur’an, ulum al – Hadist, usul al – fiqih, ulum al – lugah teutama tasauf, khusus ilmu tasauf kepada Syekh Sayid Muhammad al – Idrus, Shaleh menyerahkan satu suku emas sebagai mahar.
Setelah K.H Muhammad Shaleh menguasai berbagai macam ilmu pengetahuan di Mekah , ia menyadari kewajibannya sebagai seorang muslim terpanggil untuk melaksanakan tugas suc,i yaitu menyampaikan risalah yang dibawa oleh baginda Rasulullah Muhammad SAW , dalam rangka mengembangkan syiar islam. Untuk merealisasikan panggilan suci tersebut beliau bermaksud pulang ke Indonesia . Atas petunjuk K.H Abdurrahman Ambo Dalle, ia pun dinikahkan dengan Hj. Sitti Saleha (anak perempuan H.Lomma). sayang hubungan suami istri dengan salehah tidak belangsung lama, karena wanita Bugis tidak tahan tinggal di Mandar. Karena tidak ada alternatife lain istri pertamanya ini diceraikan, dan tdak lama kemudian ia menikah lagi dengan Hj. Harah.
Syekh Alwi al Maliki , bekas gurunya yang sangat dikagumi ketika di Mekah memang meramalkan bahwa Shaleh akan menjadi orang yang memiliki keistimewaan. Konon menurut ramalan Syekh Alwi, Shaleh akan menikah sampai tujuh kali, dan hal ini memang terbukti. Dari pernikahan keenamnya, K.H Muhammad Shaleh mendapatkan keturunan bernama Drs.H. Thasim, yang belum lama ini meninggal dunia. Sedang pernikahan yang terakahir dengan Hj. Mulia Sule, ia memiliki keturunan : Hj. Nasma, H.Muh Ilham Shaleh M.ag, Nelia, Jirana SE, Dra.Namirah, Drs. Padlullah, dan Ahrar.
Jenjang perjalanan hidup K.H Muhammad Shaleh tiba dimandar cukup bervariasi pada tahun 1942 – 1950 ia menjadi guru pesantren. Kemudian menjadi syara’ : Majelis pertimbangan di Balanipa. Pernah juga menjadi naib di Balanipa (kecamatan Tinambung sekarang) tgl 1 maret 1959 ia menjabat ketua pengadilan agama mahkamah syariat Majene hinggapensiun. Selain itu beliau juga pernah menjabat sebagai Qadhi di Mamuju .
sejak resmi menduduki jabatan itu, K.H Muhammad Shaleh mendapat ujian dari masyrakat setempat yaitu berupa guna – guna (sihir) dengan berbagai cara. Perbuatan terserbut dilakukan penduduk setempat, tidak bermaksud untuk mencelakakan,akan tetapi hendak mnguj sejauh mana sang Qadhi dapat menerima pertolongan dari Allah SWT. Karena keberhasilannya mematikan semua sihir yang ditujukan kepadanya, kiyai Shaleh dalam waktu yang tidak lama berhasil membina masyarakat menjadi taat terhadap agama. Disamping tugas – tugas formal yang diembangnya, ia juga aktif sebagai seorang mursyid yang mengajarkan tasawuf kepada murid – muridnya. Bahkan ajaran – ajarannya inilah yang kemudian sampai kepada jamaah qadariyah saat ini, melalui murid – muridnya yang ketika beliau masih hidup ia ditunjuk langsung untuk membantu dan mendampingi beliau mendengarkan ilmu tasawuf melalui ajaran tarekat Qadariyah.
Pada tanggal 10 april 1977 Masehi, bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul akhir 1397H,K.H Muhammad Shaleh berpulang kerahmatullah, yang kemudian dimakamkan di tanah kelahirannya di Pambusuang. Tanggal 13 apil 1977 M, tiga hari setelah beliau wafat atau betepatan tanggal 15 Rabiul akhir 1387 H. Murid – murid terdekat bersama dengan jamaah Qadariyah, serta keluarganya almarhum, mengadakan pertemuan guna membicarakan kelanjutan pengajaran dan perjuangan Gurutta al – marhum, seluruh jamaah yang diperkuat oleh keluarga Gurutta al – marhum. Pada saat itulah seluruh jamaah yang diperrkuat oleh keluarga Gurutta al – marhum bersatu menunjuk Drs.H.Sahabuddin sebagai penanggung jawab serta pelanjut ajaran gurutta. Namun saat itu Drs.H.Sahubuddin tidak bersedia, dan menyerahkan penanggung jawab Qadariyah secara umum kepada isteri Gurutta al – marhum Ibu Hj. Mulia Sule dan pelaksana teknisi serta pelanjut pengajaran tarekat diserahkan kepada Drs.H.Sahabuddin bersama dengan murid – murid yang telah ditunjuk oleh beliau semasa hidupnya.
2. TAREKAT QADARIYAH DALAM AJAAN K.H. MUHAMMAD SHALEH
Tarekat Qadariyah, adalah tarekat yang didirikan oleh sultan al – Auliya Syekh Abdul Qadir Jailani, yang dilahirkan di Bagdad pada tanggal 1 Ramadhan 471 H (1077 M). Dari asal usul keturunannya, beliau adalah keurunanan cucu Rasulullah Muhammad SAW, dari keturunannya Sayyidatina St Fatima dan Ali bin Abi Thalib Radiallahu Anhuma.
Syekh Abdul Qadir Jailani adalah seorang tokoh Sufi yang terkemuka, ajaran – ajarannya berintikan amalan moral islam yang bernafaskan semangat ke- islaman yang mengutamakan kehidupan kerohanian dengan lebih menonjolkan pengamalan terhadap prilaku kehidupan Rasullulah Muhammad SAW.
Setelah Syekh Abdul Qadir Jailani berpulang ke Rahmatullah, ajaran – ajarannya terutama ajaran kerohaniannya dilanjutkan leh anak dan murid – muridnya. Untuk mengentensifkan ajaran – ajaran tersebut dan untuk mengorganisir murid – murid beliau, maka anak – anak dan murid – muridnya kemudian membentuk suatu wadah jalan kerohanian (tarekat) terhadap ajaran – ajaran Syekh Abdul Qadir Jailani dengan menisbatkan kepada Syekh Abdul Qadir Jailani dengan nama Tarekat Qadariyah. Tarekat inlah kemudian sampai kepada oleh K.H Muhammad Shaleh melalui gurunnya Syekh Alwi Al- Maliki di Mekah al- Mukarrahmah.
Adapun tema senmtral dari ajaran yang diberikan oleh K.H Muhammad Shaleh terhadap murid – muridnya, melalui tarekat Qadariyah yang diajarkannya adalah mengenai ajaran tentang “Wushul Ila Allah” (kesampaian kepada Allah). Adapun penjabarannya terdiri dari : Dzikir (jalan untuk sampai kepada Allah), Ma’rifat (hakekat kesampaian kepada Allah),Fana dan Tajalli (keadaan kesampaian kepada Allah), dan Mawani (pengendalian diri dalam suluk).
Salah satu hal yang menjadi ciri khas dari ajaran tarekat Qadariyah yang diajarkan oleh K.H Muhammad Shaleh adalah pembaitan yang dilakukan terhadap mereka yang dengan sukarela karena Allah, akan mendalami ilmu tasawuf lewat tarekat Qadariyah. Dan walupun ada semacam pembaitan yang dilakukan, namun tidak semua yang ingin masuk bergabung ke tarekat tersebut, langsung dapat diterima menjadi murid.
Karena yang bersangkutan akan dilihat terlebih dahulu perilaku ibadah dan perilaku sosialnya, disamping sang Mursyid memohon petunjuk kepada Allah SWT lewat istirahat. Setelah isyarat secara gaib itu diterima barulah pembaitan dilakukan dengan didahului perjanjian sebagai berikut:
1. Kesediaan untuk menjalankan segala perintah Allah terutama menyangkut kewajiban seorang muslim, sesuai dengan kadar kemampuan yang dimiliki.
2. Kesediaan untuk tidak melakukan segala yang dilarang oleh Allah SWT terutama yang membawa dosa besar.
3. Kesediaan untuk menghormati Ulama dan tidak menhinanya.
4. Kesediaan untuk mengamalkan wirid yang menjadi syarat untuk dilakukan.
Jika perjanjian ini bersedia untuk ditaati barulah prosesing baiat dilakukan. Pelanggaran terhadap salah satu perjanjian yang telah disepakati, berarti secara otomatis juga telah terputus hubungan antara murid dengan Mursyid aapun tata cara dan materi pembaitan dimaksud, sebagai berikut :
1. Yang akan dibaiat harus dalam keadaan bersih suci dari hadist, duduk menghadap kepada sang mursyid dengan penuh kekhusyukan, bertaubat serta menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT untuk dibimbing Sang Mursyid.
2. Dibacakan silsilah Tarekat Qadariyah.
3. Membaca Al – Fatihah 10 x
4. Membaca surah al – Ikhlash 10 x
5. Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW 50 x
Setelah acara pemabaitan barulah murid dibimbing tatacara membaca wirid demikian pula dengan tatacara melaksanakan ibadah shalat sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Lebih lanjut, setelah seorang murid menerima amalan – amalan yang diberikan oleh sang mursyid,sebaliknya mursyid akan senantiasa mengikuti perkembangan pengalaman spiritual dan murid – muridnya dan senantiasa akan ditambahkan ilmunya sesuai dengan perolehan hidayah dan petunjuk yang diterimanya dari Allah SWT.
3. PEKEMBANGAN TAREKAT QADARIYAH K.H MUHAMMAD SHALEH
Sementara hidup K.H Muhammad Shaleh dalam mengembangkan ajaran – ajaran tasawufnya, dilaksanakan lewat pengajian – pengajian yang rutin dilakukan untuk mengikat para jamaah pada pengajian yang dilaksanakan tersebut, diadakan pula rangkaian kegiatan berupa arisan antar anggota jamaah yang ada.
Hal demikian ini semakin menambah gairah setiap pengajian yang dilaksanakan, disamping itu, juga semakin menarik perhatian masyarakat Mandar, khususnya disekitar tempat berdomisili K.H Muhammad Shaleh untuk masuk bergabung kedalam jamaah tarekat tersebut.
Ajaran – ajaran yang bersifat spiritual ini, semakin merebak disegenap wilayah Mandar, sehingga dalam perkembangannya berikutnya, karena semakin bertambah banyakmua jamaah, K.H Muhammad Shaleh, secara formal menunjuk beberapa muridnya yang dianggap lebih cukup ilmu dan kearifannya, untuk membantu beliau dalam mengajarkan dan mengembangkan ajaran tarekat ini. Sehingga diantara muridnya ada yang secara khusus menangani daerah – daerah tertentu yang telah ditetapkan sendiri, sperti berikut ini :
1. H. Abd. Hakim di Tanmung Polman
2. H. Mustafa di Tanjung Batu Majene
3. H. Pua Ria di Camba Majene
4. H. Muhammad/Hasan Pua Harisah di Saleppa Majene
5. Abd. Hamid/Baharuddin di Salabose
6. M. Yahya (Imam Tananga) di Majene
7. Abd. Rasyid Abdullah di Pangaliali di Majene
8. Drs.H. Sahabuddin di Majene dan Ternate
Bahkan pada acara – acara tertentu Drs.H.Sahabuddin dipercaya oleh K.H Muhammad Shaleh untuk mendampinginya, dan bahkan suatu ketika beliau menunjuk Drs.H.Sahabuddin menggantikan dirinya untuk berangkat ke Balik Papan atas undangan Pemerinatah Daerah setempat, demikian pula dalam suatu acara 27 Ramadhan yang dipusatkan di Bukku Majene.
Sepeninggalan K.H Muhammad Shaleh, tarekat Qadariyah, tidak hanya ramai dan berkembangan di daerah wilayah Mandar dibawah arahan murid – murid beliau, akan tetapi juga telah bekembang di luar daerah Mandar. Banyak orang berasal dari daerah lain, seperti kota sengkang, Palopo, Bone, Barru, Gowa, dan daerah – daerah lainnya datang secar khusus untuk mempelajari tarekat ini lewat murid K.H Muhammad Shaleh, yaitu Prof.Dr.K.H Sahabuddin.
Khusus untuk daerah Makassar tarekat ini tidak hanya menjadi konsumsi masyarakat menengah kebawah akan tetapi juga telah menambah menjadi perhatian dan bahkan pelajaran secara takhassus dari sebagian ilmuan Guru Besar dati UNHAS Makassar, seperti Prof.Dr.Ir.H.Baharuddin Mappangaja (Wakil Dekan Fak. Pertanian Unhas), Prof.Dr.H. Hamzah S. (Dekan Fak.Kelautan Unhas), Prof.Dr.Ir.Basit Wello (Dekan Perikanan Unhas), demikian pula dengan dosen – dosen dari Universitas Negeri Makassar, Universitas Muslim Indonesia, dan lain – lainnya, lewat pengajaran yang disampaikan oleh Prof.Dr.K.H.Sahabuddin lewat Prof.Dr.K.H.Sahabuddin pulalah Tarekat Qadariyah ini kemudian berkembang diluar daratan Sulawesi Selatan seperti Palu, Ambon, Ternate.
Sudah menjadi tradisi di kabupaten Majene, khususnya para pengikut tarekat Qadariyah pimpinan almarhum Syekh K.H Muhammad Shaleh, berkumpul di puggung bukit Bukku Salabose Majene, setiap tanggal 27 Ramadhan malam yang dianggap paling afhdal karena diaharapkan turunnya Lailatul Qadar, ribuan jamaah berdatangan dari seluruh daerah meramaikan reuni itu. Mereka datang pada pagi harinya atau satu hari sebelum malam pelaksanaan Shalat Lailatul Qadar.
Dalam keadaan remang – remang diterpa sinar bulan yang tak begitu terang, ribuan pengikut yang terdiri dari laki – laki dan perempuan duduk bershaf sambil melaksanakan shalat jamaah dengan khusu’ jamaah yang berdatangan bukan saja dari majene dan sekitarnya tetapi juga dari luar kabupaten. Tradisi untuk beshalat malam bersama – sama di punggung bukit Salabose itu dimulai sekitar 1966 sejak almarhum K.H Muhammad Shaleh masih hidup. Ditempat dimana suasananya lebih lapang dan terbuka, jamaah langsung dihadapkan mereka dan bukit yang demikian strategis menambah kenikmatan sehingga bersembahyang di tempat itu laksana langsung bertatapan dengan tuhan kebiasaan itu tidak berkurang dengan wafatnya al – marhum tgl 10 april 1977 yang lalu, tetapi semakin bertambah meriah.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
K.H.Muh.Shaleh bin Haji Hida binti Haji Bidara, dilahir di Pambusuang Kec. Tinambung Kab. Polman tahun 1913. Beliau adalah salah satu ulama arif lagi bijaksana, merupakan anak keempat dari lima bersuadara.
Pada usia 15 tahun K.H.Muh.Shaleh berangkat ke tanh suci Mekah untuk mengikuti pengajian kitab kuning di mesjidil Haram sekitar ± 13 tahun lamanya. Dalam jangka waktu 2 tahun, beliau telah berhasil lulus ujian pertama yang dilaluinya dari empat guru yang ada di Mekah, diantaranya : Sayyid Alwi al Maliki, Syekh Umar Hamdan, Sayyid Muhammad Al – Idrus (Mursyid tarikat),dan Syekh Hasan Al – Massyadt.
Karena ketekunan dan kearifan yang dimilikinya K.H Muh.Shaleh berhasil memperoleh berbagai macam ilmu pengetahuan terutama ilmu agama tasawuf dengan ajaran tarekat Qadariyah. Selama hidupnya, disamping sebagai ulama beliau juga pernah juga menjabat Qadhi di Mamuju, pernah menjabat sebagai kepala kantor agama di Campalagian, di kecamatan Polewali, dan terakhir sebagai pengadilan agama Majene hingga pensiun disamping tugas – tugas formal yang diembannya, ia juga aktif sebagai seorang Mursyid yang mengajarkan tasawuf kepada murid – muridnya. Bahkan ajaran – ajaran ini kemudian sampai kepada jamaah Qadariyah hingga sekarang. Pada tanggal 10 april 1977 M, bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Akhir 1397 H, K.H.Muh.Shaleh berpulang ke Rahmatullah yang kemudian dimakamkan di tanah kelahirannya di Pambusuang.
Sejak saat itu yang menjadi penanggung jawab jamaah Qadariyah secara umum adalah Ibu Hj.Mulia Sule yang merupakan istri almarhum Gurutta dan pelaksana tehnis serta pelanjut pengajaran tarekat diserahakn kepada Prof.Dr.H.Sahabuddin bersama dengan murid – murid yag telah ditunjuk oleh beliau semasa hidupnya.
Tarekat Qadariayah adalah tarekat yang didirikan oleh Sulthan al – auliya Syekh Abdul Qadir Jailani, beliau seorang tokoh agama sufi yang terkemuka ajaran – ajarannya berintikan amalan moral islam dan bernafaskan semangat keislaman yang lebih mengutamakan kehidupan kerohanian dengan lebih menonjolkan pengamalan terhadap perilaku kehidupan Rasulullah Muhammad SAW.
Adapun tema sentral yang diberikan oleh K.H Muh.Shaleh terhadap murid – muridnya melalui tarekat Qadariyah yang diajarkannya yaitu mengenai ajaran tentang ”Wushul Ila Allah” (kesampian kepada Allah) yang penjabarannya terdiri dari : Dzkir (jalan untuk sampai kepada Allah), Ma’rifat (hakekat kesampaian kepada Allah), Fana dan Tajalli (keadaan kesampaian kepada Allah) dan Mawani (pengendalian dalam suluk).
Salah satu ciri khas dari ajaran tarekat Qadariyah yang diajarkan oleh K.H Muh.Shaleh adalah pembaitan yang dilakukan terhadap mereka yang dengan sukarela karena Allah SWT, akan mendalami ilmu tasawuf. Semasa hidup K.H Muh.Shaleh dalam mengembangkan ajaran – ajaran tasawuf, dilaksanakan lewat pengajian – pengajian yang rutin dilakukan yang dirangkaikan dengan kegiatan berupa arisan antar anggota jamaah yang ada. Ajaran yang bersifat spiritual ini semakin merebak disegenap wilayah Mandar, dan juga wilayah lain seperti kota Sengkang, Bone, Palopo, Barru, Gowa dan Wilayah – wilayah lainnya.
Sampai saat ini sudah menjadi tradisi dikabupaten Majene, khususnya para pengikut tarekat Qadariyah melaksankan shalat berjamaah secar khusu’ yang dilaksanakan setiap tanggal 27 Ramadhan atau malam Lailatul Qadar, di bukit Bukku Salabose Majene. Kebiasaan ini tidak berkurang dengan wafatnya K.H Muh.Shaleh tgl 10 april 1977 yang lalu, tetapi semakin bertambah meriah.
Langganan:
Postingan (Atom)